
Menteri Luar Negeri Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan AS serta Perwakilan Tinggi Uni Eropayang tergabung dalam negara kelompok G7 mengecam kudeta yang dilakukan militer di Myanmar. Hal tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Rabu (3/1/2021) yang menyatakan keprihatinan kelompok negara G7 terhadap situasi yang terjadi di Myanmar saat ini. “Kami, para Menteri Luar Negeri G7dariKanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa, bersatu mengutuk kudeta di Myanmar,” mengutip keterangan yang dirilis Rabu (3/1/2021)
“Kami sangat prihatin dengan penahanan para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, serta penargetan media,” lanjutnya. Negara G7menyerukan kepada militer untuk segera mengakhiri keadaan darurat,mengembalikankekuasaan kepada pemerintahan yang sahdandipilih secara demokratis. Termasuk membebaskan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi bersama pejabat politik terkait di negara tersebut.
Negara G7 menyatakan penahanan tersebut dilakukansecara tidak adil dantidakmenghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum. Negara G7 menyerukan agar hasil pemilu November harus dihormati dan Parlemen haruskembalimelaksanakan sidang secepatnya. “Pembatasan militer atas arus informasi sangat memprihatinkan. Warga sipil, termasuk masyarakat sipil dan media, tidak boleh menjadi sasaran pembalasan dalam bentuk apapun. Kami juga menyerukan akses kemanusiaan yang seluas luasnya untuk membantu mereka yang paling rentan,” ujarnya.
Para Menteri Luar Negeri G7 kembali mengingatkan komunike 2019yangmenyatakan kembali komitmen kami untuk transisi demokrasi Myanmar, perdamaian dan akuntabilitas atas pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia. “Kami mendukung masyarakat Myanmar yang menginginkan sebuah masa depan yang demokratis,”