
Kabid Pemantauan dan Kajian Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang juga seorang Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel ikut menanggapi hebohnya wedding organizer Aisha Weddings. Adapun, Aisha Weddings ini tengah menjadi sorotan publik karena mengkampanyekan pernikahan anak sejak usia 12 tahun. Reza menuturkan, seruan tersebut tidak benar karena bertentangan dengan Undang Undang Perkawinan.
Namun, ia khawatir karena dalam aturan tersebut ada peluang anak anak menikah di bawah usia 19 tahun. "Situs AW (Aisha Weddings) menyebut usia 12 21 tahun. Untuk pernikahan usia 12 sampai sebelum 19 tahun, memang 'bertentangan' dengan UU Perkawinan." Menurutnya, ada syarat syarat tertentu yang bisa dipenuhi jika remaja berusia 15 tahun ingin menikah.
Untuk itu, ia menilai penegak hukum harus mencermati dengan baik unsur pidana yang dikenakan untuk Aisha Weddings. "Jadi, dalam gambaran ekstrim, pernikahan remaja 15 tahun adalah sah berdasarkan UU Perkawinan jika syaratnya terpenuhi." "Dari poin ini saja tampaknya semakin goyah unsur pidana dalam AW," ungkap Reza.
Kendati demikian, ia mendukung adanya kampanye penolakan pernikahan anak. Namun, yang ia sayangkan, minimnya kehadiran negara dalam memberi atensi untuk menekan seks di luar pernikahan. "Sisi lain. Kampanye penolakan pernikahan anak adalah baik adanya. Tapi saya sejak lama mempersoalkan ketidakhadiran negara dengan bobot setara untuk menaruh atensi dan menekan seks (termasuk di kalangan anak anak) di luar pernikahan."
"Yang terkesan kuat sekarang justru seks di luar pernikahan adalah silakan saja." "Asalkan konsensual (mau sama mau), tidak menularkan penyakit, dan tidak mengakibatkan kehamilan yang tidak dikehendaki," jelas Reza. Dari ketiga syarat itu, ia mengaku khawatir program kondomisasi, 'suami istri' tanpa ikatan pernikahan hingga propaganda perilaku seks sejenis justru semakin berkembang.
Padahal, Reza yakin, jumlah anak yang melakukan seks di luar nikah jauh lebih banyak daripada anak anak yang menikah pada usia belia. "Seks di luar nikah ini pula yang menjadi salah satu penyebab pernikahan anak anak." "Sehingga, tidak tepat memandang pernikahan anak anak sebagai masalah yang terisolasi dari masalah masalah lain," terang Reza.
"Selama fenomena seks di luar nikah tidak menerima perhatian negara, lalu terjadi kehamilan juga di luar nikah." "Jangan harap kampanye mencegah pernikahan anak anak akan mencapai sasarannya," tambahnya. Sebelumnya diberitakan, website wedding organizer yang mengkampanyekan pernikahan anak sejak usia 12 tahun ramai diperbincangkan di media sosial.
Wedding organizer bernama Aisha Weddings secara terang terangan mengajak para muslim untuk menikah dini. Bahkan, ia juga menyarankan agar calon mempelai yang masih anak anak bisa melakukan pernikahan siri terlebih dahulu. Dalam situsnya, Aisha Weddings mengharuskan wanita untuk menikah di rentang usia 12 21 tahun.
Menurutnya, menikah di usia dini merupakan kewajiban bagi semua wanita muslim. "Semua wanita muslim ingin bertaqwa dan taat kepada Allah SWT dan suaminya. Untuk berkenan di mata Allah dan suami, Anda harus menikah pada usia 12 21 tahun dan tidak lebih," tulis Aisha Weddings dalam situsnya.
Mereka meyakini perkawinan anak adalah solusi dari segala persoalan. Bahkan, selain mengajak menikah dini, mereka menyarankan agar perempuan muslim mau dipoligami. Mirisnya, mereka juga menyebut menyebut perempuan sebagai beban orang tua hingga disarankan untuk segera menikah.
Sebab, mereka menganggap tugas perempuan adalah melayani kebutuhan suaminya. Sontak, website tersebut mendapat banyak kecaman dari publik. Buntutnya, sejak Rabu (10/2/2021) kemarin, situs tersebut sudah tidak bisa diakses hingga lenyap.